SARJANA SOSIAL MEDIA

April 21, 2018 Add Comment icon tombol pengaturan



Cantiara Syifa Nebula

SMAN 4 Kota Tangerang Selatan







Nama saya Chantiara Syifa Nebula, biasa disapa Chan. Saya adalah seorang siswi SMA Negeri 4 Kota Tangerang Selatan. Akhir-akhir ini saya sedang dilanda keresahan, tentang orang-orang di sekitar yang sedang krisis kepedulian. Mereka sedang fokus pada sebuah benda kecil yang ada dalam genggaman. Mirisnya, mereka sedang sibuk kuliah. Ya, demi mendapatkan gelar sarjana, Sarjana Sosial Media. Menarik bukan? Mari kita buat ulasannya.


SARJANA SOSIAL MEDIA


Sudah tahu belum, kalau di jaman globalisasi ini telepon pintar menjadi barang yang lebih pintar dibanding penggunanya. Telepon pintar bukanlah kebutuhan tersier atau barang mewah lagi, bukan pula barang yang hanya dimiliki oleh kalangan tertentu. Mulai dari kalangan pemakan nasi basi hingga kalangan berdasi, mayoritas sudah memiliki barang mungil ini. Bahkan, mulai dari kalangan balita hingga manula, sudah tak mau kalah untuk menggunakannya. Seiring maraknya pengguna telepon pintar, ada yang ikut berkembang pesat pula, yang didukung oleh fasilitas-fasilitas telepon pintar. Ya, sosial media, tidak dapat dipungkiri juga ikut naik daun. Lalu? Sejauh mana pengaruhnya terhadap kehidupan?baiklah, mari ditelusuri satu per satu. 

Perihal sosial media, orang-orang seolah terbagi menjadi beberapa strata, menyerupai jenjang-jenjang pendidikan bahkan. Ada yang pemula, menengah, hingga sarjana. Bagaimana tidak, sekarang orang-orang berlomba mengatur sosial media mereka sedemikian sehingga menjadi menarik untuk dilihat. Bahkan ada yang rela mengeluarkan sejumlah uang demi tetap eksis di dunia maya.

Sosial media sudah banyak dikenal di berbagai kalangan,dan memberikan berbagai banyak akses yang mudah. Ada yang mampu menjadi alat komunikasi dengan sangat cepat, baik secara tertulis maupun lisan. Lebih canggih lagi, ada yang memberi fasilitas komunikasi yang memudahkan penggunanya untuk bertatap muka, seperti telepon video. Selain itu, ada pula yang mampu dijadikan alat promosi untuk mencari uang dengan cara menjual barang-barang yang dibutuhkan orang-orang.




Bicara tentang sosial media, sudah tahu belum tentang sarjana sosial media? Sarjana sosial media adalah para pengguna sosial media yang secara otomatis menduduku posisi seperti ahli ilmu, yang mengetahui segala perkembangan yang disiarkan sosial media. Menjadi sarjana sosial media tidak perlu menunggu waktu hingga bertahun-tahun, tidak membutuhkan penelitian, tidak perlu membuat tugas akhir, tidak diikat aturan atau pun kurikulum. Sarjana medi sosial hanya perlu menempuh proses serupa observasi yaitu dengan cara mengamati kisruh yang terjadi di sekitar, lalu dengan bebasnya memberikan penilaian berupa komentar yang hanya merujuk pada opini subjektif semata.

Seperti yang sedang marak terjadi beberapa waktu ini, orang-orang sedang dilanda demam politik dan pemerintahan. Lalu para masyrakat dengan sigapnya bertransformasi menjadi ahli politik yang seolah paham sepenuhnya tentang politik. Hal lain pun demikian, ketika ada permasalahan terkait agama pun orang-orang langsung berperan seperti ahli agama. Semudah itukah opini bertebaran tanpa memandang lagi norma-norma yang ada? Hanya dengan bermodalkan ibu jari yang siap mengetik apa saja dan kapan saja, didukung oleh pemikiran-pemikiran seadanya. Mirisnya lagi, terkadang berita yang belum bisa dipastikan kebenarannya sudah mendunia.

Memang, orang-orang diberikan demokrasi berupa kebebasan berpendapat, tetapi sayangnya 'sarjana' ini berkomentar tanpa adanya  dasar dan fakta yang kuat. Bahkan tak jarang pula mereka menggunakan kata-kata yang kasar yang sangat tidak santun untuk disampaikan. Mereka juga tidak peduli dengan pendapat orang lain, dan hanya mementingkan pendapat pribadinya saja. Mengemukakan pendapat di sosial media boleh saja, dan siapa pun bebas beropini. Hanya saja, argumen yang disampaikan sebaiknya dengan cara yang sopan dan saling menghargai pendapat satu sama lain. Selain itu, yang terpenting ialah argumen yang dikemukakan jangan sampai memancing perselisihan yang berujung dengan permusuhan. Alangkah baiknya jika kita lebih berhati hati lagi dalam menggunakan sosial media, harus pintar memilah milah pendapat dengan bijak, dan tidak  untuk menyakiti atau mencemari orang lain. Apalagi sekarang kan tindakan di sosial media sudah diatur dengan undang undang ITE.

Ayolahh, nama bendanya kan handphone bukan hangphone. Kalau dengan handphone, sosial media seharusnya bisa memberi info positif, dan dunia seolah ada di genggaman kita. Namun, dengan hangphone, sosial media hanya memberi dampak negatif yang mencuci otak kita (dengan kata lain otak kita menjadi hang). Jadi, sudah waktunya kita memperbaiki citra sosial media, yaitu menggunakannya dengan bijak, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Jangan sampai jari jemari kita memasukan kita kedalam jeruji besi. Yuk, menjadi pengguna sosial media yang bijak.


#universitasyarsi #ftiyarsi #ilmuperpustakaan #technofest #resensibuku